Chester barnard dilahirkan di
Malden, Massachusets, tahun 1886. Ia dilahirkan dalam keluarga yang tidak mampu
tetapi karena ketekunannya, ia memperoleh bantuan beasiswa untuk melanjutkan
studi bisnis di Harvard, yang kemudian mempertemukannya dengan ahli manajemen
Harvard lainnya seperti Elton Mayo, dan F. J. Roethlisberger.
Barnard memulai karier sebagai
seorang juru tulis (clerk), kemudian kariernya meroket menjadi presiden
direktur pada New Jersey Bell Company, anak perusahaan AT&T) tahun 1927.
Barnard juga menjadi penasehat pemerintahan USA pada tahun 1930 karena
ide-idenya yang cemerlang. Selanjutnya tahun 1942, Barnard diangkat sebagai
presiden United Service Organization, hingga akhir Perang Dunia II. Puncak dan
akhir karier kerjanya, Barnard menjabat sebagai presiden Rockeffeller
Foundation, padatahun 1948 hingga tahun 1952.
Barnard sebenarnya bukanlah seorang
peneliti, karya-karyanya lebih cenderung sebagai refleksi pekerjaannya sebagai
pandangan pribadi dan konsernnya terhadap pekerjaan tersebut. Barnard dijuluki
sebagai ‘godfather’ bisnis kontemporer, ‘suhu’ bagi yang membutuhkan nasehat
penanaman budaya organisasi yang kuat dalam organisasi.
Karya Barnard yang berpengaruh
adalah The Function of the Executive (1938), bukunya ditulis dalam konteks sosial
masyarakat yang sedang dilanda depresi dalam perang dunia. Tingkat keresahan
masyarakat pada masa tahun 1930-an sangat tinggi sehingga legitimasi bagi
pembentukan sebuah organisasi menjadi dipertanyakan. Kecenderungan yang
menonjol pada waktu itu adalah lahirnya idiologi-idiologi radikal yang disertai
tindak kekerasan tanpa pertimbangan nalar. Barnard memunculkan ide-ide
kooperatif yang ideal dalam karyanya guna merespons situasi yang penuh bahaya
tersebut. Model authoritarian menurutnya tidak tepat pada konteks waktu itu.
Chester Bernard dan Sistem
Kerjasama
Mempersatukan pandangan Taylor,
Fayol, dan Weber serta dengan hasil kajian Hawthorne menurut Barnard akan
membawa kita kepada kesimpulan bahwa organisasi merupakan sistem kerjasama.
Organisasi terdiri dari tugas-tugas dan manusia yang harus dipertahankan pada
suatu tingkat keseimbangan. Perhatian yang hanya ditujukan kepada pekerjaan
atau kepada kebutuhan orang yang melaksanakan tugas tersebut akan mengurangi
optimalisasi sistem tersebut. Jadi para manajer harus mengorganisasikan di
sekitar persyaratan tugas yang harus dilaksanakan dan kebutuhan dari orang yang
akan melaksanakannya.
Gagasan bahwa sebuah organisasi
adalah sebuah sistem kerjasama pada umumnya dikatakan berasal dari Chester
Barnard. Ia menawarkan ide-idenya di dalam The Functions of The Executive,
dimana ia menggunakan pengalamannya selama bertahuntahun di American Telephone
and Telegraph, termasuk kedudukannya sebagai presiden New Jersey Bell.
Selain sebagai salah satu orang
pertama yang memperlakukan organisasi sebagai suatu sistem, Barnard juga
menawarkan pandangan penting lainnya. Ia menantang pandangan klasik yang
mengatakan bahwa wewenang harus didefinisikan sesuai dengan tanggapan dari
bawahan, memperkenalkan peran dari organisasi informal ke dalam teori
organisasi, mengusulkan agar peran utama manajer adalah memperlancar komunikasi
dan mendorong para bawahan berusaha lebih keras. Barnard mencatat bahwa pada
setiap kelompok dalam suatu organisasi yang kompleks terdapat suatu posisi yang
juga termasuk dalam kelompok lain, dalam bentuk kehadiran beberapa orang wakil
dari kelompok lain tersebut.
Dengan demikian dapat ditarik
kesimpulan bahwa setiap kelompok yang lebih inklusif (terbuka) ditentukan oleh
kebutuhan koordinasi, berdasarkan tempat dari kesalingtergantungan atau
kemungkinan. Boulding (1964) dalam Thompson (1967) menjelaskan pendapat Barnard
dengan mengusulkan dalil bahwa bentuk hirarkis organisasi dapat secara luas
diinterpretasikan sebagai suatu alat untuk menyelesaikan konflik pada setiap
tingkatan hirarki, yang mengkhususkan diri dalam menyelesaikan konflik dari
tingkatan yang lebih rendah.
Perspektif sistem kerjasama dalam
karyanya, menjadi pijakan bagi organisasi yang dibangun dan memotivasi para
manajer dalam organisasi dalam berusaha agar tidak gagal dalam sistem
kerjasama. Tujuan umum organisasi menurut Barnard adalah sebagai sebuah tujuan
moral. Untuk menanamkan tujuan moral tersebut terhadap anggota organisasi,
eksekutif harus memahaminya sebagai sebuah tugas yang mulia dan bermakna.
Pada konteks intelektual, karyanya
menjelaskan kegagalan akademis terhadap penjelasan teori organisasi. Barnard
berusaha menunjukkan pandangan yang lebih masuk akal, yang ditujukan bagi
manajer masa datang agar lebih memahami organisasi sebagai sistem kerjasama
(cooperative) organis, yang menyesuaikan diri atau mengakomodir kepentingan
pemodal, manajer dan pekerja.
Menurut Barnard organisasi bukan
hanya merupakan produk lingkungannya, tetapi juga tidak bebas. Konfigurasi atau
formasi yang diperlukan agar bisa hidup terus diperoleh bukan dengan jalan
menyerah pada satu atau semua tekanan, juga bukan dengan memanipulasi semua
variabelnya, melainkan dengan jalan menemukan apa yang disebutnya sebagai
variabel strategis, yaitu variabel yang tersedia bagi organisasi dan bisa
dimanipulasi sedemikian rupa sehingga terjadi interaksi dengan unsur lain yang
mana akan menghasilkan penyelarasan yang menguntungkan.
Karyanya sangat berpengaruh
terhadap paling sedikit tiga masab atau paradigma teori organisasi, bahkan
sampai tiga dekade kemudian. Seperti pemikiran teori institusional, pengambilan
keputusan, dan hubungan manusia.
TEORI DAN
MODEL KOMUNIKASI ORGANISASI
Pendekatan
Struktrur dan Fungsi
Pendekatan
Human Relation
Pendekatan
Budaya
DEVENISI
Komunikasi
organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam
kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005).
Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri
dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di
dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan
dalam organisasi. Misalnya: memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, dan
surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui
secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada
anggotanya secara individual.
Organisasi
dan komunikasi
Istilah
organisasi berasal dari bahasa Latin organizare, yang secara harafiah berarti
paduan dari bagian-bagian yang satu sama lainnya saling bergantung. Di antara
para ahli ada yang menyebut paduan itu sistem, ada juga yang menamakannya
sarana.
Everet
M.Rogers dalam bukunya Communication in Organization, mendefinisikan organisasi
sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai
tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan, dan pembagian tugas.
Robert
Bonnington dalam buku Modern Business: A Systems Approach, mendefinisikan
organisasi sebagai sarana dimana manajemen mengoordinasikan sumber bahan dan
sumber daya manusia melalui pola struktur formal dari tugas-tugas dan wewenang.
Korelasi
antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada peninjauannya yang
terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi
itu. Ilmu komunikasi mempertanyakan bentuk komunikasi apa yang berlangsung
dalam organisasi, metode dan teknik apa yang dipergunakan, media apa yang
dipakai, bagaimana prosesnya, faktor-faktor apa yang menjadi penghambat, dan
sebagainya. Jawaban-jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah untuk
bahan telaah untuk selanjutnya menyajikan suatu konsepsi komunikasi bagi suatu
organisasi tertentu berdasarkan jenis organisasi, sifat organisasi, dan lingkup
organisasi dengan memperhitungkan situasi tertentu pada saat komunikasi
dilancarkan.
Griffin
(2003) dalam A First Look at Communication Theory, membahas komunikasi
organisasi mengikuti teori management klasik, yang menempatkan suatu bayaran
pada daya produksi, presisi, dan efisiensi. Adapun prinsip-prinsip dari teori
management klasikal adalah sebagai berikut:
Kesatuan komando- suatu karyawan hanya
menerima pesan dari satu atasan
Rantai skalar- garis otoritas dari atasan
ke bawahan, yang bergerak dari atas sampai ke bawah untuk organisasi; rantai
ini, yang diakibatkan oleh prinsip kesatuan komando, harus digunakan sebagai
suatu saluran untuk pengambilan keputusan dan komunikasi.
Divisi pekerjaan- manegement perlu arahan
untuk mencapai suatu derajat tingkat spesialisasi yang dirancang untuk mencapai
sasaran organisasi dengan suatu cara efisien.
Tanggung jawab dan otoritas- perhatian
harus dibayarkan kepada hak untuk memberi order dan ke ketaatan seksama; suatu
ketepatan keseimbangan antara tanggung jawab dan otoritas harus dicapai.
Disiplin- ketaatan, aplikasi, energi,
perilaku, dan tanda rasa hormat yang keluar seturut kebiasaan dan aturan
disetujui.
Mengebawahkan kepentingan individu dari
kepentingan umum- melalui contoh peneguhan, persetujuan adil, dan pengawasan
terus-menerus.
a. PENDEKATAN STRUKTRUR DAN FUNGSI
Teori
pertama yang memiliki berkaitan dengan pendekatan ini adalah teori birokrasi
yang diperkenalan oleh Max Weber, seorang teoritis terkenal sepanjang
zaman. Ia mendefinisikan organisasi
sebagai sistem dari suatu aktivitas tertentu yang bertujuan dan
berkesinambungan.
Inti dari
teori Weber mengenai birokrasi adalah konsep mengenai kekuasaan, wewenang dan
leitimasi. Menurut Weber, kekuasaan
adalah kemampuan seseorang dalam setiap hubungan sosial guna mempengaruhi orang
lain. Ia juga mengemukakan adanya tiga
jenis kewenangan (otoritas) yaitu:
Kewenangan
tradisional terjadi ketika perintah atasan dirasakan sebagi sesuatu yang sudah
pantas atau sudah benar menurut ukuran tradisi.
Kewenangan
birokratik merupakan bentuk yang paling relevan dalam birokrasi, karena
kekuasan diperoleh dari aturan-aturan birokrasi yang disepakati oleh seluruh
anggota organisasi.
Kewenangan
karismatik merupakan kekuasaan yang diperoleh karena karisma dari kepribadian
seseorang.
Teori lain
yang berhubungan dengan pendekatan struktur dan fungsi organisasi adalah teori
sistem. Menurut Chester Barnard,
organisasi hanya dapat berlangsung melalui kerjasama antarmanusia, dan bahwa
kerjasama adalah sarana di mana kemampuan individu dipadukan guna ,mencapai
tujuan bersama atau tujuan yang lebih tinggi.
Sementara
menurut Daniel Katzdan Robert Kahn, sebagai suatu sistem sosial organisasi
memiliki keunikan di dalam kebutuhannya guna memelihara berbagai masukan untuk menjaga
agar berbagai perilaku manusia di dalam organisasi tersebut tetap
terkendali. Itu artinya, sistem memiliki
tujuan-tujuan bersama yang mengharuskan menomor duakan kebutuhan
individu-individu.
b. PENDEKATAN HUMAN RELATION
Pendekatan
struktural dan fungsional mengenai organisasi dianggap hanya menekankan pada
produktivitas dan penyelesaian tugas, sedangkan faktor manusia yang
diabaikan. Menurut Chris Agrys, praktik
organisasi yang demikian dipandang tidak manusiawi, karena penyelesaian suatu
pekerjaan telah mengelahkan perkebangan individu dan keadaan ini berlangsung
secara berulang. Ketika kompetensi
teknis dinomorsatukan maka kompetensi antarpribadi dikurangi. Berdasarkan pemikiran itu maka pendekatan
human realtions ini muncul.
Ada beberapa anggapan dasar dari pendekatan
ini:
1) Produktivitas ditentukan oleh norma
sosial, bukan psikologis.
2) Seluruh imbalan yang bersifat non
ekonomis, sangat penting dalam memotivasi para karyawan.
3) Karyawan biasanya memberikan suatu reaksi
persoalan, mengutamakan kelompok daripada individu.
4) Kepemimpinan memberikan peranan yang
sangat penting dan mencakup aspek formal dan informal.
5) Komunikasi merupakan proses penting dalam
pengambilan keputusan.
c. PENDEKATAN KULTUR/BUDAYA
Dikemukakan
oleh Michael Paconowsky dan Nock o’DonnelTrijullo yang memandang organiasasi
sebagai suatu kultur, dalam arti bahwa komunikasi organisasi merupakan
pandangan hidup (way of life) bagi para anggotanya.. Menurut
Pacanowsky dan Trujillo ada lima bentuk penampilan organisasi, yaitu:
a. Ritual yaitu merupakan bentuk penampilan
yang diulang-ulang secara teratur, suatu aktuvutas yang dianggap oleh suatu kelompok sebagai sesuatu
yang sudah biasa dan rutin. Ritual
merupakan bentuk penampilan yang penting karena secara tetap akan memperbarui
pemahaman kita mengenai pengalaman bersama dan memberikan legitimasi terhadap
sesuatu yang kita pikirkan, rasakan dan kita lakukan.
b. Hasrat yaitu bagaimana para karyawan
dapat mengubah pekerjaan-pekerjaan rutin dan membosankan menjadi menarik dan
merangsang minat. Cara yang biasa
digunakan adalah dengan penuturan pengalaman pribadi, rekan sekerja ataupun
pengalaman yang diorganisasi ataupun perusahaan tempat ia bekerja.
c. Sosialitas yaitu bentuk penampilan yang
memperkuat suatu pengertian bersama mengeni kebenaran ataupun norma-norma dan
penggunaan aturan-aturan dalam organisasi, seperti kata susila dan sopan
santun. Aspek lain dari sosialitas
adalah ‘privacy’, yaitu penampilan sosialitas yang dikomunikasikan dengan penuh
perasaan dan bersifat sangat pribadi seperti pengakuan, memberi nasihat dan
penyampaian kritik.
d. Politik organisasi yaitu merupakan bentuk
penampilan yang menciptakan dan memperkuat minat terhadap kekuasaan dan
pengaruh, seperti memperlihatkan kakuatan diri, kekuatan untuk mengadakan
proses tawar menawar (bargaining power) dan sebagainya.
e. Enkulturasi yaitu proses mengajarkan
budaya kepada para anggota organisasi.
Contoh bentuk penampilan ini adalah ‘learning theropes’ yang terdiri
dari urut-urutan penampilan ketika orang mengajarkan kepada orang lain tentang
bagaimana mengerjakan sesuatu.
TEORI KEWENANGAN CHESTER BARNARD
Teori dianggap sebagai sesuatu yang kotor dan perlu dihindari setelah munculnya birokrasi (suatu organisasi yang otoritas/hierarkis).
Sejak itu muncul Barnard dengan Publikasinya, The
Function of Executive yaitu Fungsi pertama seorang eksekutif adalah
mengembangkan dan memelihara suatu sistem komunikasi (Suatu atasan disebuah
perusahaan).
Barnard juga mengatakan bahwa kewenangan merupakan suatu fungsi kemauan untuk bekerjasama.
Barnard juga mengatakan bahwa kewenangan merupakan suatu fungsi kemauan untuk bekerjasama.
Ada 4 syarat yang harus dipenuhi
sebelum menerima sebuah pesan secara otoritatif yaitu :
- Orang tersebut harus memahami pesan yang dimaksud. Jelas karena bila yang dikirim pesan tidak memahami pesan yang dimaksud secara jelas, maka tidak bisa merespon pesanya secara benar (miscommunication ).
- Orang tersebut percaya bahwa pesan itu bertentangan dengan tujuan organisasi. Karena pesan yang disampaikan disini yaitu sebuah pesan secara otoritatif (mempunyai kewenangan/kekuasaan) jadi jelas bertentangan dengan tujuan organisasi.
- Orang tersebut percaya pada saat ia memutuskan untuk bekerjasama, pesan yang dimaksud sesuai dengan minatnya. Bila tidak sesuai dengan minatnya maka pesan tersebut akan diabaikan
- Orang tersebut memiliki kemampuan fisik dan mental untuk melaksanakan pesan. Karena agar bisa menindak lanjuti apa yang telah disampaikan.
Teori-teori ini dikenal dengan teori penerimaan
kewenangan.
Kewenangan akan menjadi nyata apabila diterima oleh si
penerima pesan tapi ia menunjukan bahwa pesan tidak dapat dianalisis, dinilai
dan diterima atau ditolak dengan sengaja tetapi kebanyakan arahan, perintah dan
pesan persuasif termasuk kedalam zona acuh tak acuh.
Barnard menyamakan suatu
kewenangan dengan komunikasi yang efektif, karena melakukan tugas untuk
memerintah diperlukan komunikasi yang aktif agar suatu pesan atau perintah
tersebut berhasil untuk mempersuasif.
Penolakan suatu komunikasi sama dengan penolakan
kewenangan komunikator.
Barnard menganggap teknis komunikasi lisan dan tulisan adalah suatu yang penting harus dipelajari dan bisa menerapkan teknik tersebut dengan tepat .
Barnard menganggap teknis komunikasi lisan dan tulisan adalah suatu yang penting harus dipelajari dan bisa menerapkan teknik tersebut dengan tepat .
Dari teorinya ini Barnard
dikatakan pelopor yang menempatkan dan menjadikan komunikasi penting sebuah
perusahaan.
KOMUNIKASI
ORGANISASI
KOMUNIKASI
ORGANISASI
Istilah “organisasi” dalam bahasa Indonesia merupakan adopsi dari kata “organization” dari bahasa Latin yang berasal dari kata kerja bahasa Latin “organizare” yang artinya to form as or into a whole consisting of interdependent or coordinated parts. Everet M.Rogers dalam bukunya Communication in Organization, mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan, dan pembagian tugas. Robert Bonnington dalam buku Modern Business: A Systems Approach, mendefinisikan organisasi sebagai sarana dimana manajemen mengoordinasikan sumber bahan dan sumber daya manusia melalui pola struktur formal dari tugas-tugas dan wewenang. Dapat dikatakan bahwa organisasi merupakan suatu paduan dari bagian-bagian yang satu sama lain saling bergantung. Dalam komunikasi organisasi akan erat kaitannya dengan suatu kekuasaan, arus pesan, dan perilaku karena melibatkan jumlah orang yang tidak sedikit dalam setiap organisasinya.
Menurut Gold Haber, Komunikasi organisasi adalah arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling bergantungan satu sama lain. Arus pesan yang digunakan bersifat, yaitu :
1. Vertikal (upward communications dan downward communications),
2. Horizontal, dan
3. Diagonal.
Secara fungsional, komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Komunikasi organisasi dapat terjadi kapanpun, setidaknya satu orang yang menduduki suatu jabatan dalam suatu organisasi akan menafsirkan suatu pertunjukkan. Sedangkan secara tradisional, komunikasi organisasi cenderung dianggap menekankan kegiatan penanganan pesan yang terkandung dalam suatu “batas organisasional (organizational boundary)”. Dalam hal ini komunikasi organisasi dipandang dari suatu perspektif interpretif (subjektif) adalah proses penciptaan makna atas interaksi yang merupakan organisasi.
Komunikasi organisasi erat kaitannya dengan kekuasaan. Maka dari itu French dan Reven membagi lima tipe kekuasaan, antara lain :
A. Reward Power, memusatkan perhatian pada kemampuan untuk memberi ganjaran atau imbalan atas pekerjaan atau tugas yang dilakukan orang lain.
B. Coercive Power, lebih memusatkan pandangan pada kemampuan untuk memberi hukuman kepada orang lain.
C. Referent Power, didasarkan pada suatu hubungan kesukaan dalam arti seseorang mengidentifikasi orang lain yang mempunyai kualitas atau persyaratan seperti yang diinginkannya.
D. Expert Power, memfokuskan diri pada suatu keyakinan bahwa seseorang yang mempunyai kekuasaan pastilah ia memiliki pengetahuan, keahlian, dan informasi lebih banyak dalam suatu persoalan.
E. Legitimate Power, bersandar pada struktur suatu organisasi, dan terutama pada nilai-nilai kultural.
Asumsi Dasar Komunikasi Organisasi
Sosiolog Amitai Etzioni menyatakan bahwa masyarakat kita adalah masyarakat organisasi. Kita dilahirkan dalam sebuah organisasi dan dididik dalam suatu organisasi serta sebagian besar dari kita menghabiskan mayoritas hidupnya dengan bekerja untuk organisasi. Komunikasi organisasi akan selalu dibutuhkan pada era sekarang ini. Alasannya karena kini, makin banyak lembaga baik di bidang bisnis ataupun industri, organisasi-organisasi sosial, ataupun institusi pendidikan yang harus mengetahui bagaimana prinsip mengenai komunikasi yang baik dalam suatu organisasi untuk suatu pencapaian bersama. Dalam komunikasi organisasi berkaitan erat dengan arus komunikasi.
Ada tiga pendekatan untuk melihat komunikasi yang terjadi di dalam organisasi, yaitu :
Istilah “organisasi” dalam bahasa Indonesia merupakan adopsi dari kata “organization” dari bahasa Latin yang berasal dari kata kerja bahasa Latin “organizare” yang artinya to form as or into a whole consisting of interdependent or coordinated parts. Everet M.Rogers dalam bukunya Communication in Organization, mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan, dan pembagian tugas. Robert Bonnington dalam buku Modern Business: A Systems Approach, mendefinisikan organisasi sebagai sarana dimana manajemen mengoordinasikan sumber bahan dan sumber daya manusia melalui pola struktur formal dari tugas-tugas dan wewenang. Dapat dikatakan bahwa organisasi merupakan suatu paduan dari bagian-bagian yang satu sama lain saling bergantung. Dalam komunikasi organisasi akan erat kaitannya dengan suatu kekuasaan, arus pesan, dan perilaku karena melibatkan jumlah orang yang tidak sedikit dalam setiap organisasinya.
Menurut Gold Haber, Komunikasi organisasi adalah arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling bergantungan satu sama lain. Arus pesan yang digunakan bersifat, yaitu :
1. Vertikal (upward communications dan downward communications),
2. Horizontal, dan
3. Diagonal.
Secara fungsional, komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Komunikasi organisasi dapat terjadi kapanpun, setidaknya satu orang yang menduduki suatu jabatan dalam suatu organisasi akan menafsirkan suatu pertunjukkan. Sedangkan secara tradisional, komunikasi organisasi cenderung dianggap menekankan kegiatan penanganan pesan yang terkandung dalam suatu “batas organisasional (organizational boundary)”. Dalam hal ini komunikasi organisasi dipandang dari suatu perspektif interpretif (subjektif) adalah proses penciptaan makna atas interaksi yang merupakan organisasi.
Komunikasi organisasi erat kaitannya dengan kekuasaan. Maka dari itu French dan Reven membagi lima tipe kekuasaan, antara lain :
A. Reward Power, memusatkan perhatian pada kemampuan untuk memberi ganjaran atau imbalan atas pekerjaan atau tugas yang dilakukan orang lain.
B. Coercive Power, lebih memusatkan pandangan pada kemampuan untuk memberi hukuman kepada orang lain.
C. Referent Power, didasarkan pada suatu hubungan kesukaan dalam arti seseorang mengidentifikasi orang lain yang mempunyai kualitas atau persyaratan seperti yang diinginkannya.
D. Expert Power, memfokuskan diri pada suatu keyakinan bahwa seseorang yang mempunyai kekuasaan pastilah ia memiliki pengetahuan, keahlian, dan informasi lebih banyak dalam suatu persoalan.
E. Legitimate Power, bersandar pada struktur suatu organisasi, dan terutama pada nilai-nilai kultural.
Asumsi Dasar Komunikasi Organisasi
Sosiolog Amitai Etzioni menyatakan bahwa masyarakat kita adalah masyarakat organisasi. Kita dilahirkan dalam sebuah organisasi dan dididik dalam suatu organisasi serta sebagian besar dari kita menghabiskan mayoritas hidupnya dengan bekerja untuk organisasi. Komunikasi organisasi akan selalu dibutuhkan pada era sekarang ini. Alasannya karena kini, makin banyak lembaga baik di bidang bisnis ataupun industri, organisasi-organisasi sosial, ataupun institusi pendidikan yang harus mengetahui bagaimana prinsip mengenai komunikasi yang baik dalam suatu organisasi untuk suatu pencapaian bersama. Dalam komunikasi organisasi berkaitan erat dengan arus komunikasi.
Ada tiga pendekatan untuk melihat komunikasi yang terjadi di dalam organisasi, yaitu :
- Pendekatan Makro :
Pendekatan makro melihat organisasi sebagai suatu struktur global yang berinteraksi dengan lingkungannya. Organisasi melakukan aktivitas-aktivitasnya untuk berinteraksi dengan lingkungannya.
- Pendekatan Mikro :
Pendekatan ini terutama menfokuskan kepada komunikasi dalam unit dan sub-unit pada suatu organisasi. Komunikasi yang diperlukan pada tingkat ini adalah komunikasi antara anggota kelompok
- Pendekatan Individual :
Pendekatan Individual menitik beratkan pada tingkah laku komunikasi individual dalam organisasi. Semua tugas-tugas yang telah diuraikan pada dua pendekatan sebelumnya diselesaikan oleh komunikasi individual satu sama lainnya.
TEORI-TEORI KOMUNIKASI ORGANISASI
1. Teori Lapangan Tentang Kekuasaan
Teori ini dikembangkan oleh Cartwright dari pernyataan Kurt Lewin (1951) yang mendefinisikan kekuasaan sebagai bentuk kekuasaan A atas B yang artinya X berubah menjadi Y yang dalam prosesnya akan ada paksaan untuk mengikuti A. Cartwright kemudian mereformulasikan definisi kekuasaan sebagai kekuasaan A atas B dalam rangka mengubah X menjadi Y pada waktu tertentu sama dengan kekuatan maksimum.
Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Asumsi dasar dari teori lapangan tentang kekuasaan ini, yaitu bahwa dalam suatu organisasi akan ada yang berkuasa dan yang dikuasai. Dalam perjalanan komunikasi organisasinya antara yang berkuasa dan yang dikuasai bisa jadi dapat bekerja sama untuk pencapaian suatu tujuan namun bisa juga terjadi perpecahan yang akan menyebabkan suatu organisasi tidak dapat mencapai suatu tujuan yang diharapkan. Dalam teori ini, Cartwright juga membedakan antara kekuasaan dan kontrol. Dalam teori ini juga, Cartwright memberikan tujuh istilah primitif untuk penjabaran dari definisinya mengenai kekuasaan, yaitu :
- Pelaku (agent) : Suatu satuan yang dapat menghasilkan pengaruh atau menderita akibat apa yang sedang dikerjakannya.
- Tindakan pelaku (act of agent) : Peristiwa yang menimbulkan suatu pengaruh (efek).
- Lokus (locus) : Suatu tempat dalam tata ruang
- Hubungan langsung (direct joining) : Merupakan suatu kemungkinan perpindahan langsung dari satu lokus ke lokus lain.
- Dasar motif (motive base) : Energi bawaan yang menggerakkan tingkah laku untuk kebutuhan, dorongan, dan motif
- Besaran (magnitude) : Merupakan ukuran dari konsep-konsep yang berupa tanda plus (+) atau minus (-).
- Waktu (time) : Menunjukkan berapa lama berlangsungnya suatu peristiwa.
2. Teori Komunikasi Kewenangan
Teori Komunikasi Kewenangan dikemukakan oleh Chester Barnard, seorang presiden dari Bell Telephone Company di New Jersey, Amerika Serikat. Barnard mengungkapkan sebuah tesis yang menyatakan bahwa sebuah organisasi hanya dapat berlangsung dengan adanya suatu kerja sama antarmanusia. Kerja sama dijadikan sebuah sarana di mana kemampuan individu dapat dikombinasikan untuk mencapai tujuan bersama. Sejarah dari adanya teori komunkasi kewenangan bermula dari Perrow (1938) yang merasa prihatin mengenai implikasi teori klasik mengenai organisasi dan doktrin ilmiah manajemen, di mana birokrasi dianggap sebagai suatu hal kotor. Namun, sejak Barnard (1973) mampublikasikan The Functions Of The Executive, sejak inilah mulai muncul pemikiran baru tentang birokrasi.
Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Asumsi dasar dari adanya teori ini yaitu bahwa organisasi adalah sistem orang, bukan struktur yang direkayasa secara mekanis. Dari definisi organisasi yang diungkapkan oleh Barnard inilah, suatu sistem kegiatan dua orang atau lebih yang dilakukan secara sadar dan terkoordinasi menitikberatkan pada konsep sistem dan konsep orang. Barnard juga menyatakan bahwa eksistensi yang dimiliki suatu organisasi tergantung pada kemampuan anggota-anggota yang terlibat untuk berkomunikasi dan berkemauan untuk bekerja samauntuk mencapai suatu tujuan bersama. Adapula kewenangan sebagai suatu fungsi kemauan untuk bekerja sama. Ada empat syarat yang harus dipenuhi sebelum seseorang menerima pesan yang otoritatif, yaitu :
- Harus memahami pesan yang dimaksud.
- Memastikan dan percaya bahwa pesan tersebut tidak bertentangan dengan tujuan organisasi
- ilik
- Memiliki kemampuan fisik dan mental untuk menjalankan pesan.
Barnard membagi teori komunikasi kewenangan menjadi dua bagian, yaitu :
- Penerimaan suatu kewenangan dan penolakan suatu kewenangan, dengan menerima suatu kewenangan berupa pesan maka ia menduduki posisi bawahan.
- Penolakan suatu kewenangan dengan penolakan suatu kewenangan berupa pesan diartikan bahwa orang tersebut khawatir akan resiko yang akan diterimanya.
Barnard juga menyatakan bahwa teknik-teknik komunikasi baik berupa lisan
ataupun tulisan sangat penting untuk pencapaian tujuan namun juga dapat menjadi
sumber masalah dalam suatu organisasi.
3. Teori Fusi
Teori Fusi dikemukakan oleh Bakke dan Argyris. Adanya teori ini di dasarkan atas suatu ketidakpuasan terhadap teori-teori sebelumnya, seperti teori birokrasi. Teori ini ingin menunjukkan bahwa jika seseorang ada dalam suatu organisasi belum tentu orang tersebut nyaman dan sesuai dengan falsafah yang ada di organisasi tersebut. Maka dari itu teori mengungkapkan bahwa tidak selamanya orang yang ada dalam organisasi akan memiliki suatu kesamaan tujuan.
Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Asumsi dasar adanya teori ini adalah kesadaran akan adanya banyak masalah pada proses memuaskan minat manusia yang berlainan di mana akan ada tuntutan penting struktur birokrasi. Saat inilah Bakke menyarankan adanya suatu preses fusi.
Hal ini berkaitan bahwa organisasi pada suatu posisi tertentu akan memiliki pengaruh terhadap individu, dan pada saat yang sama pula individu dapat mempengaruhi suatu organisasi.
Argyris menambahkan pernyataan Bakke tersebut, ia menyatakan bahwa ketidaksesuaian yang mendasar antara kebutuhan pegawai yang matang dengan persyaratan formal organisasi, maksudnya yaitu adanya kemungkinan seorang pegawai memiliki tujua yang berbeda dengan tujuan yang diinginkan organisasi.
3. Teori Fusi
Teori Fusi dikemukakan oleh Bakke dan Argyris. Adanya teori ini di dasarkan atas suatu ketidakpuasan terhadap teori-teori sebelumnya, seperti teori birokrasi. Teori ini ingin menunjukkan bahwa jika seseorang ada dalam suatu organisasi belum tentu orang tersebut nyaman dan sesuai dengan falsafah yang ada di organisasi tersebut. Maka dari itu teori mengungkapkan bahwa tidak selamanya orang yang ada dalam organisasi akan memiliki suatu kesamaan tujuan.
Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Asumsi dasar adanya teori ini adalah kesadaran akan adanya banyak masalah pada proses memuaskan minat manusia yang berlainan di mana akan ada tuntutan penting struktur birokrasi. Saat inilah Bakke menyarankan adanya suatu preses fusi.
Hal ini berkaitan bahwa organisasi pada suatu posisi tertentu akan memiliki pengaruh terhadap individu, dan pada saat yang sama pula individu dapat mempengaruhi suatu organisasi.
Argyris menambahkan pernyataan Bakke tersebut, ia menyatakan bahwa ketidaksesuaian yang mendasar antara kebutuhan pegawai yang matang dengan persyaratan formal organisasi, maksudnya yaitu adanya kemungkinan seorang pegawai memiliki tujua yang berbeda dengan tujuan yang diinginkan organisasi.
Teori Komunikasi Kewenangan Chester Barnard
Karya : Nisa Rahmalia
Islamic Bandung University
Kewenangan
merupakan syaraf yang berfungsi sebagai penggerak dari berbagai
kegiatan-kegiatan. Wewenang dalam diri yang bersifat formal harus didukung pula
dengan wewenang bersifat informal, untuk mendapatkan kerjasama yang baik dengan
bawahan. Wewenang juga sangat dipengaruhi oleh Ilmu Pengetahuan, kepemimpinan
dan pengalaman. Wewenang berfungsi untuk menjalankan kegiatan-kegiatan yang ada
dalam sebuah organisasi.
Mary Parker Follett mengatakan bahwa kewenangan
dari pimpinan dapat hilang apabila ia (pimpinan) tidak mendapat persesuaian
dengan para bawahannya. Oleh karena itu Mary P. Follett menganjurkan bahwa
suatu kerja sama (team work) antara pimpinan dan bawahan adalah mutlak.
Kepemimpinan dan kewenangan bukan merupakan pengertian yang tunggal (single)
tetapi jamak (plural), karena menyangkut banyak orang yang bekerja
dalam organisasi itu.
Kewenangan (authority) menurut Miss
M.P.Follett bukan kedudukan (position), bukan suatu hak yang legal
(menurut hukum) dan juga bukan sekedar mengepalai orang-orang ataupun
mengeluarkan perintah. Kewenangan (authority) adalah usaha mempengaruhi
bawahan yang merupakan suatu integrasi atas dasar konsensus secara suka rela.
Apabila bawahan diberikan pengertian dengan kenyataan-kenyataan yang ada dan
diajak berbicara bersama dalam suatu situasi yang baik, tidak perlu perintah
selalu diberikan, tetapi dengan memberikan suatu prosedur kerja yang baik
adalah lebih efektif daripada selalu mengeluarkan perintah. Atas dasar teorinya
ini Miss P. Follett tidak hanya meletakkan asas-asas hubungan antar manusia (human
relation) dalam administrasi/managemen, tetapi juga dinamika daripada
kelompok pekerjaan dan teknik daripada hubungan perburuhan yang modern.
Kewenangan atau otoritas merupakan sebuah hak
untuk melimpahkan sebuah pekerjaan untuk mencapai suatu tujuan. Kewenangan pun
akan menjadi nyata jika diterima. Chester Barnard, mengatakan kewenangan
terletak pada persetujuan yang mempunyai daya kekuatan (potentiality of assent)
yaitu yang tersebar luas berujud kesetiaan, kesadaran anggota tentang
tujuan bersama daripada organisasi itu. Maksudnya ialah kesetiaan dan kesadaran
melaksanakan tujuan daripada suatu program, sekalipun para pejabat yang
terendah mempunyai kewenangan yang nyata (actual power) untuk mengambil
keputusan yang terakhir dalam batas wewenangnya.
Kewenangan merupakan suatu fungsi kemauan untuk
bekerjasama. Barnard menyebutkan empat syarat yang harus dipenuhi sebelum
seseorang menerima sebuah pesan yang bersifat otoritatif, yaitu :
1. Orang
tersebut memahami pesan yang dimaksud, karena apabila
yang dikirim pesan tidak memahami pesan yang dimaksud secara jelas, maka tidak
bisa merespon pesanya secara benar (miscommunication).
2. Orang
tersebut percaya bahwa suatu pesan tersebut tidak bertentangan dengan tujuan
organisasi, karena pesan yang disampaikan disini yaitu
sebuah pesan secara otoritatif (mempunyai kewenangan/kekuasaan) jadi jelas
tidak bertentangan dengan tujuan organisasi.
3. Orang
tersebut percaya bahwa pada saat ia memutuskan untuk bekerjasama, bahwa pesan
yang dimaksud sesuai dengan minatnya, karena apabila
tidak sesuai dengan minatnya maka pesan tersebut akan diabaikan
4. Orang tersebut
mempunyai kemampuan fisik dan mental untuk melaksanakan pesan, karena agar bisa menindak lanjuti apa yang telah
disampaikan.[1]
Empat premis diatas terkenal dengan Teori
Penerimaan Kewenangan, yakni kewenangan yang berasal dari tingkat atas
organisasi. Barnard menunjukan bahwa banyak pesan tidak dapat dianalisis akan
tetapi kebanyakan arahan, perintah dan pesan perusasif termasuk ke dalam zona
acuh tak acuhnya seseorang (zone of indifference).
Untuk menggambarkan gagasan tentang zone of
indifference, bayangkanlah suatu garis horizontal yang mmepunyai skala 0%
sebagai titik pusatnya dan 100% dikedua ujungnya. Semakin lebar zona tersebut,
semakin menjauh ia memanjang menuju ujung-ujungnya. Kemauan 100% untuk
bekerjasama memperlihatkan zona yang memanjang dengan kedua arahnya menuju
skala 100%. Suatu penolakan yang mutlak (arahan, perintah, permohonan)
menunjukann suatu zona yang arahnya nol.
100% <-------------------------
0 --------------------------->100%
Mau
Penolakan
Mau
Wewenang yang dikemukakan dalam sebuah pesan
dalam sebuah organisasi dirancang untuk memperlebar zona acuh tak acuh
pegawainya. Maka setiap bawahan akan berbeda respon dalam zona tersebut, ada
bawahan yang menerima dengan legowo, ada bawahan yang sedikit menerima
bahkan adapula yang dengan jelas menolaknya.
Dalam hal ini maka Barnard di akhir tahun 1930
mengembangkan komunikasi sebagai suatu dinamika yang penting dalam ilmu
perilaku organisasi. Maka agar wewenang seseorang dapat diterima oleh
bawahannya diperlukan :
1. Kekuasaan (power), yaitu kekuatan untuk
melakukan hak tersebut, dengan cara mempengaruhi individu, kelompuk ataupun
keputusan. Menurut jenisnya kekuasaan dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Kekuasaan posisi, besarnya kekuasaan tergantung
pada posisi orang tersebut. Semakin tinggi posisi maka semakin tinggi
kekuasaannya.
b. Kekuasaan pribadi, kekuasaan ini berasal dari pengikut.
Semakin banyak pengikutnya maka semakin tinggi kekuasaannya.
2. Tanggung jawab dan akuntabilitas, tanggung jawab atau
responsibility ialah memenuhi kewajiban untuk melakukan sesuatu yang timbul
bila seorang bawahan menerima wewenang dari atasan. Akuntabilitas permintaan
pertanggungjawaban untuk diperhatikan bahwa wewenang yang diberikan harus sama
dengan besarnya tanggung jawab yang akan diberikan, dan memberikan kebebasan
atas keputusan-keputusan yang akan diambil.
3. Pengaruh
(influence) ialah transaksi dimana seseorang akan dibujuk oleh orang
lain untuk melaksanakan suatu kegiatan yang sesuai dengan harapan orang yang
mempengaruhi. Pengaruh dapat timbul dari status jabatan, kekuasaan atau
penguasaan komunikasi yang lebih baik.
Barnard menyamakan kewenangan dengan komunikasi
yang efektif. Penolakan suatu komunikasi sama dengan penolakan kewenangan
komunikator. Dengan menerima suatu pesan atu perintah dari orang lain,
seseorang memberikan kewenangan kepada perumus pesan dan karenanya menerima
kedudukannya sebagai bawahan.[2]
Karena itulah Tannenbaum menyatakan bahwa “luas
kewenangan yang dimiliki seorang atasan ditentukan oleh luas penerimaan”
bawahannya. Keputusan untuk tidak menerima kewenangan dan pesan seorang atasan
karena tak menghasilakan keuntungan yang memadai, dapat menghasilkan kerugian
seperti penghukuman, kerugian uang atau pertentangan sosial. Dalam beberapa
organisasi kekhawatiran akan tindakan-tindakan pemaksaan itu mungkin
menghasilkan kemauan untuk menerima suatu pesan, sedangkan kerugian tersebut
malah tidak mengahsilkannya.
Terlepas dari kaitan yang erat antara
kewenangan dan komunikasi, Barnard menganggap teknik-teknik komunikasi
(tertulis dan lisan) penting untuk mencapai tujuan organisasi akan tetapi
menganggap teknik-teknik tersebut sebagai sumber masalah organisasi.[3]
“teknik-teknik komunikasi menentukan bentuk dan ekonomi internal organisasi.
ketiadaan teknik yang sesuai akan menghilangkan kemungkinan menerima tujuan
sebagai suatu dasar organisasi”. maka, terutama Barnad-lah yang menjadikan
komunikasi sebagai suatu bagian yang penting dari teori organisasi dan
manajemen. Tampaknya ia sepenuhnya yakin bahwa komunikasi merupakan kekuatan
organisasi.
Dalam bukunya yang berjudul The Funcionts of
Executive Barnard menjelaskan bahwa pengertian dan pemahaman pesan dalam
berkomunikasi harus terjadi sebelum otoritas itu dapat dikomunikasikan dari
atasan kepada bawahannya. Chester Barnard mendaftar tujuh faktor komunikasi yang
berperan dalam menciptakan dan memelihara otoritas yang objektif di dalam
sebuah organisasi :
1. Saluran komunikasi harus diketahui
secara pasti
2. Harus ada saluran komunikasi
formal dalam setiap organisasi
3. Komunikasi harus berjalan
secara efektif dan efisien
4. Garis komunikasi formal
keseluruhannya hendaknya dipergunakan secara normal
5. Orang-orang yang bekerja
sebagai pengatur jalur komunikasi haruslah orang yang cakap
6. Garis komunikasi seharusnya tidak dapat gangguan
sementara organisasi sedang berfungsi
7. Setiap komunikasi haruslah
disahkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar